Arah Baru Kadin Kota Tangerang Selatan Bersama Ketua Marhadi, SE., MM: Profesional, Modern, dan Berkeadaban

waktu baca 5 menit
Kamis, 4 Des 2025 08:56 10 Redaksi

Oleh : Deni Agusta

tangerangjasa.com | Kadin Kota Tangerang Selatan berdiri di sebuah persimpangan historis: antara masa lalu yang penuh keluhan tentang birokrasi lamban dan jejaring bisnis yang timpang, serta masa depan yang menuntut profesionalisme, integritas, dan modernitas.

Kota yang tumbuh sebagai salah satu episentrum ekonomi kreatif dan digital Jabodetabek ini tak lagi cukup dipimpin oleh pola-pola lama—yang lebih akrab dengan lobi gelap daripada transparansi.

Arah baru Kadin Tangsel menuntut lebih dari sekadar perubahan wajah. Ia menuntut etos profesional. Pengurus yang bekerja berdasarkan data, riset pasar, dan tata kelola yang akuntabel.

Bukan lagi organisasi kamar dagang yang sibuk dengan seremoni, tetapi lembaga yang menjadi mesin penghubung antara pelaku usaha, pemerintah kota, dan pusat-pusat inovasi di kawasan BSD, Alam Sutera, AION, The Breeze, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara, Ciputat, Ciputat Timur, Setu hingga Pamulang.

Modernitas yang diusung tidak berhenti pada jargon digitalisasi. Ia menuntut sistem yang memungkinkan UMKM naik kelas melalui platform data terpadu, kemitraan strategis dengan sektor teknologi, serta ekosistem pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan.

Kota ini telah menunjukkan potensinya sebagai laboratorium urban bagi industri fintech, edutech, dan smart commerce. Yang dibutuhkan sekarang adalah Kadin yang mampu menjadi kurator peluang—bukan penonton pasif.

Namun arah baru ini akan timpang tanpa keadaban. Di tengah derasnya arus kapital dan persaingan global, Tangsel butuh etika.

Dunia usaha harus menolak praktik rente, mengikis budaya titip-proyek, dan menegakkan moralitas bisnis yang menjadi dasar peradaban kota modern.

Keadaban menjadi fondasi agar pertumbuhan ekonomi tak melahirkan kesenjangan atau mengorbankan ruang hidup warga.

Kadin Tangsel harus menjelma menjadi rumah besar yang menyeimbangkan profesionalisme, modernitas, dan keadaban. Hanya dengan itu ia bisa tampil sebagai lokomotif ekonomi daerah yang tidak hanya produktif, tetapi juga bermartabat.

Di kota yang berlari cepat menuju lanskap metropolitan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Tangerang Selatan kerap dipandang sebagai rumah besar para pelaku ekonomi — tempat gagasan bertemu kepentingan, tempat strategi bertemu realitas.

Namun tak sedikit yang menilai bahwa organisasi ini, sebagaimana banyak lembaga dagang di tingkat daerah, kerap terjebak dalam rutinitas seremonial.

Di tangan Ketua Kadin Tangsel yang baru terpilih, Marhadi, SE., MM, arah itu perlahan digeser. Ia ingin Kadin bukan sekadar “papan nama” yang hadir saat peresmian dan foto bersama, melainkan institusi yang bekerja dalam sunyi—efektif, profesional, dan berpihak pada kemajuan kota.

Marhadi datang dengan tiga mantra: profesional, modern, dan berkeadaban.

Tiga kata itu mungkin terdengar sederhana, bahkan klise. Tetapi dalam praktik kelembagaan di daerah, itulah justru tiga hal yang paling sering absen.

Profesionalisme yang ingin dibangun Marhadi bukan sekadar disiplin administratif, melainkan pembenahan tata kelola internal Kadin.

Mulai dari struktur kerja yang transparan, mekanisme pelaporan berbasis data, hingga penataan ulang relasi antara Kadin dan para pelaku usaha, baik skala besar maupun UMKM.

Ia menepis kultur lama yang masih menempatkan Kadin sebagai klub eksklusif. “Kadin harus jadi simpul ekosistem, bukan arena segelintir elite,” begitu prinsip yang kerap ia ulang.

Kata modern dalam kamus Marhadi tidak hanya merujuk pada gedung megah atau slogan digitalisasi yang dipasang di spanduk.

Modern berarti bekerja dengan cara baru: data sebagai basis kebijakan, kolaborasi sebagai metode, dan keterhubungan sebagai nilai strategis.

Di kota yang didominasi kelas menengah terdidik dan ekonomi jasa seperti Tangsel, modernitas bukan pilihan—melainkan keharusan.

Karena itu, transformasi digital di tubuh Kadin menjadi salah satu agenda cepat seperti portal layanan usaha, basis data pelaku industri kreatif, hingga peta peluang investasi yang bisa diakses publik.

Semua diarahkan agar keputusan bisnis di Tangsel tidak lagi sekadar hasil pertemuan lobi, tetapi keputusan yang didukung informasi dan analisis.

Sementara itu, berkeadaban adalah kata yang mengandung bobot moral. Di tengah kompetisi bisnis yang sering kali menggilas etika, Marhadi ingin Kadin menjadi ruang yang tetap menjaga martabat dengan melindungi usaha kecil dari dominasi pemilik modal besar, memberi ruang bagi pelaku ekonomi perempuan dan anak muda, dan memastikan interaksi bisnis tidak kehilangan nilai kemanusiaan.

Ia ingin relasi kebijakan ekonomi Tangsel tidak hanya diukur dari pertumbuhan, tapi juga dari keberlangsungan sosial.

Hal ini yang membuat agenda kegiatan Kadin ke depan dipenuhi isu keberlanjutan, ekonomi hijau, etika bisnis, hingga pendidikan kewirausahaan berorientasi karakter.

Namun, perubahan bukan tanpa gesekan. Di balik layar, sejumlah pelaku usaha lama mungkin merasa kehilangan privilese yang selama ini mereka anggap wajar.

Di sinilah nilai berkeadaban diuji: apakah transformasi bisa berjalan tanpa mencederai, dan apakah modernisasi bisa merangkul yang tersisih?

Marhadi tampaknya memilih jalan dialog, bukan konfrontasi. Ia menyadari bahwa reformasi yang memaksa justru membuat organisasi pecah di tengah jalan. Reformasi Kadin Tangsel yang ia dorong bergerak perlahan, bertahap, tetapi konsisten.

Kadin Tangsel di bawah kepemimpinannya ingin berdiri sebagai institusi yang punya bobot intelektual. Forum-forum diskusi ekonomi, peta strategis industri kota, hingga riset kecil-kecilan tentang rantai pasok UMKM mulai dipersiapkan.

Ia mengingatkan kita bahwa kota modern membutuhkan organisasi bisnis yang mampu memprediksi masa depan, bukan hanya bereaksi pada krisis.

Marhadi tampaknya memahami itu — Tangsel bukan lagi kota pinggiran, melainkan laboratorium ekonomi urban yang dinamis.

Di tengah transisi menuju kota yang semakin kompleks, arah baru Kadin Tangsel ini adalah undangan untuk bekerja lebih jernih dan terukur.

Profesionalisme sebagai fondasi, modernitas sebagai alat, dan keberadaban sebagai kompas moral.

Tiga pilar yang, jika berhasil diwujudkan, bukan hanya akan mengubah wajah Kadin, tetapi juga memberi contoh bagaimana organisasi bisnis daerah seharusnya berperan. Bukan sekadar mitra pemerintah, tapi motor etis yang menggerakkan masa depan ekonomi kota.

Wassalam,

Walisongo Network
Akar Rumput Tangsel

– Aden Surya Buana –

(*/Rif)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Arsip

Tentang Kami

Tangerangjasa.com adalah media yang menghadirkan informasi seputar Tangerang dan sekitarnya

LAINNYA